https://sub-biomed.org/index.php/sbj/issue/feed Surabaya Biomedical Journal 2024-06-06T01:57:46+00:00 Herin Setianingsih [email protected] Open Journal Systems https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/139 SINDROMA NEFROTIK RELAPS DENGAN ANEMIA PADA ANAK 2024-06-06T01:57:37+00:00 Aty Firsiyanti [email protected] Alyaa Nabiila [email protected] Hava Ayu Millenia [email protected] <p><em>Introduction: Nephrotic syndrome is a kidney disease characterized by edema, hypoalbumin, hyperlipidemia, and massive proteinuria. The prevalence in children ranges from 2-7 cases per 100,000 children under 18 years of age and most experience relapse. The prognosis for nephrotic syndrome in which it relapses will increase the risk of other complications. </em></p> <p><em>Case report: A 4-year-old boy was diagnosed with nephrotic syndrome characterized by anasarca edema, hypoalbumin, hypercholesterolemia, and massive proteinuria. The patient was included in the relapsed nephrotic syndrome category because he had previously been diagnosed with nephrotic syndrome and had experienced remission. Currently, the therapy that has been given consists of bed rest, fluid restriction, administration of the diuretic furosemide and administration of the oral steroid prednisone again. In addition, the patient experienced anemia due to complications from nephrotic syndrome and a PRC transfusion was planned.</em></p> <p><em>Discussion: Nephrotic syndrome is a kidney disease that often occurs in children. The prevalence is 15 times more common in children than adults. As many as 60-70% will experience a relapse. Relapsing nephrotic syndrome requires longer duration of corticosteroid therapy. Anemia is one of the complications in relapsing nephrotic syndrome.</em></p> 2024-05-31T15:37:34+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/138 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN KROKOT (Portulaca oleracea) TERHADAP HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL 2024-06-06T01:57:46+00:00 naufal dzaki setyagisna [email protected] <p>Parasetamol adalah obat analgesik dan antipiretik, bila digunakan dalam dosis berlebihan atau dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek toksik pada hepar dan dapat menyebabkan kematian sel atau nekrosis sel hepar. Ekstrak tanaman krokot (<em>Portulaca oleracea</em>) memiliki senyawa flavonoid yang merupakan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak tanaman krokot (<em>Portulaca oleracea</em>) terhadap gambaran histopatologi&nbsp; hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang diinduksi paracetamol. Penelitian ini merupakan eksperimental laboratoris dengan <em>Post Test Only Control Group Design.</em> Tedapat 3 kelompok&nbsp; hewan coba: kelompok kontrol negatif (K-) tanpa perlakuan, kontrol positif (K+) yang diberi parasetamol dosis 1000 mg/kgBB, dan kelompok perlakuan (P) yang diberi ekstrak tanaman krokot <em>(Portulaca oleracea)</em> dosis 400 mg/kgBB dan 45 menit kemudian diberi parasetamol dosis 1000 mg/kgBB. Penelitian dilakukan selama 14 hari dan pada hari ke 15 hewan coba dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan histopatologi kerusakan tubuli korteks ginjal. Analisa data menggunakan Kruskall-Wallis dan uji Mann-Whitney U. Uji Mann-Whitney U menunjukkan perbedaan signifikan antara K(-) dengan K(+), dan K(+) dengan kelompok perlakuan (p=0,000) serta juga ada perbedaan yang signifikan antara kelompok K(-) dengan kelompok perlakuan. Pemberian ekstrak tanaman krokot (<em>Portulaca oleracea</em>)&nbsp; berpengaruh menurunkan skala kerusakan sel hepar&nbsp; pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang diinduksi paracetamol</p> 2024-05-31T14:45:11+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/121 PROFIL PASIEN ANAK BALITA DENGAN PNEUMONIA DI RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA PERIODE JANUARI 2021 - JANUARI 2022 2024-06-06T01:57:43+00:00 Rhyska Dheamiranda Setiawan [email protected] <p>Pneumonia adalah radang paru-paru yang terjadi akibat adanya cairan dalam alveoli dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak usia di bawah lima tahun, terutama di negara berkembang. Prevalensi pneumonia pada anak balita di Indonesia masih cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien anak balita dengan pneumonia di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya.</p> <p>Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sampel 50 pasien. Data yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, penyakit penyerta, penggunaan antibiotik, kadar leukosit, dan gambaran radiologi yang diambil dari data rekam medis pasien anak balita yang di rawat inap di Bagian Anak RSPAL Dr. Ramelan Surabaya Periode Januari 2021 – Januari 2022. Data deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.</p> <p>Dari hasil penelitian didapatkan data yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 50 orang, terbanyak pada anak laki-laki (66%) terutama pada kelompok usia &lt;1 tahun (58%). Penyakit penyerta pneumonia terbanyak adalah anemia (30%), dan semua pasien (100%) menggunakan antibiotik selama perawatan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar leukosit dalam batas normal (52%) dan gambaran radiologi berupa infiltrat (50%).</p> <p>Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kasus pneumonia pada anak balita paling sering terjadi pada anak laki-laki dengan usia &lt;1 tahun, penyakit penyerta tersering adalah anemia, menggunakan antibiotik selama perawatan, memiliki kadar leukosit dalam batas normal, dan gambaran radiologi berupa infiltrat.</p> 2024-05-31T14:50:26+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/127 STUDI IN SILICO PENGARUH AKTIVITAS SENYAWA AKTIF HOLOTHURIN A DARI TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) TERHADAP ENZIM PNEUMOLISIN PADA Streptococcus pneumoniae 2024-06-06T01:57:40+00:00 Riyanti Salma Mohtar [email protected] <p style="font-weight: 400;"><strong>Latar Belakang</strong> : Pneumonia adalah infeksi jaringan paru akut yang disebabkan oleh patogen. Streptococcus pneumoniae merupakan patogen tersering penyebab pneumonia, faktor virulensi utama yang dimilikinya adalah pneumolisin (PLY), <em>pore-forming</em> sitotoksin yang dapat mengganggu jaringan epitel dengan membentuk <em>mechanical</em> <em>barrier </em>pada epitel saluran pernafasan. PLY bersifat sitotoksik&nbsp;terhadap sel epitel bronkial bersilia, pada konsentrasi <em>lytic </em>PLY akan menyebabkan kematian sel. Kematian sel epitel tersebut mempermudah infeksi pada jaringan paru-paru. Di Indonesia, sebagian besar penduduk masih meyakini penggunaan obat tradisional atau herbal sebagai metode pengobatan untuk berbagai jenis penyakit.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Tujuan</strong> : Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak teripang pasir (<em>Holothuria scabra</em>) sebagai terapi adjuvant antibakteri berdasarkan studi <em>in silico</em>.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Metode</strong> : <a name="_Toc458543566"></a><a name="_Toc461459209"></a><a name="_Toc473320290"></a><a name="_Toc519493725"></a>Penelitian ini menggunakan metode penelitian secara studi <em>In </em>Silico. <em>In silico</em> adalah metode penelitian yang memanfaatkan teknologi komputasi dan database untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Metode penelitian <em>in silico</em> ini memiliki beberapa keunggulan, seperti lebih cepat dan hemat biaya dalam memperoleh hasil. Salah satu contohnya adalah <em>molecular </em>docking. <em>Molecular docking</em> adalah metode komputasi yang digunakan untuk memprediksi interaksi antara dua molekul, yang pada akhirnya menghasilkan model pengikatan bagi keduanya. Studi <em>in </em>silico memiliki beberapa tahapan dalam pelaksanaannya, antara lain adalah pemilihan bahan senyawa aktif yang akan digunakan, potensi dari senyawa aktif yang telah dipilih, <em>modelling</em> senyawa aktif, <em>molecular docking, </em>perkiraan dari absorbsi<em>, </em>distribusi<em>, </em>metabolisme dan ekskresi serta toksisitas dari senyawa aktif.</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Hasil </strong>: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa holothurin a memiliki pengaruh terhadap PLY. Holothurin a mengikat di daerah yang berbeda dengan penicillin sebagai kontrol.&nbsp; Holothurin&nbsp; a berikatan dengan PLY lebih kuat dibanding penicillin. Holothurin a memiliki tingkat penyerapan dan permeabilitas kulit yang lebih baik dibandingkan dengan penicillin, holothurin a dan penicillin dapat di metabolisme dengan baik oleh hepar karena tidak menghambat CYP3A4 substrat. Holothurin a memiliki prediksi toksisitas ringan dan lebih baik dibanding penicillin.</p> <p><strong>Kesimpulan</strong><span style="font-weight: 400;"> : Senyawa aktif holothurin a dalam teripang pasir (<em>Holothuria scabra</em>) memiliki pengaruh terhadap enzim pneumolisin yang terdapat pada bakteri <em>Streptococcus pneumoniae</em>.</span></p> 2024-05-31T14:58:57+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/123 PERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK Sea sponge (Aplysina Fistularis) DAN KOMBINASI EKSTRAK Sea sponge (Aplysina Fistularis) DENGAN ANTIBIOTIK KLORAMFENIKOL TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi PADA MEDIA AGAR SECARA IN VITRO 2024-06-06T01:57:34+00:00 Dhea Kharisma Ardelia - [email protected] <p><strong><em>Background </em></strong><em>: Typhoid fever is an infectious disease caused by Salmonella typhi bacteria. Multi Drug Resistance causes immunity to several antibiotics in the treatment of typhoid fever. Sea sponge (Aplysina fitularis) is one of the marine biota and contains compounds that function as antibacterials.</em></p> <p><strong><em>Purpose </em></strong><em>: This study aims to determine the comparison of the effectiveness of Sea sponge extract (Aplysina fitularis) and the combination of Sea sponge extract (Aplysina fitularis) with chloramphenicol antibiotics against Salmonella typhi bacteria.</em></p> <p><strong><em>Method </em></strong><em>: This research is a laboratory experimental research with posttest only control group design. There were four groups of extracts with concentrations of 25%, 50%, 75%, 100% and four groups of extract combinations with chloramphenicol with concentrations of 25%, 50%, 75%, 100% and two control groups, negative (DMSO 0.2%) and positive (chloramphenicol).</em></p> <p><strong><em>Result</em></strong><em> : The average diameter of the inhibition zone with a concentration of 25%, 50%, 75%, 100% and negative control was 6.00 mm, the combination of Sea sponge extract (Aplysina fistularis) and chloramphenicol with a concentration of 25% was 25.95 mm, a concentration of 50% was 26.47 mm, a concentration of 75% was 28.74 mm, a concentration of 100% was 35.84 mm and positive control was 33.25 mm. Data analysis used Kruskal-Wallis test with p=0.001.</em></p> <p><strong><em>Conclusion </em></strong><em>: The combination of Sea sponge extract (Aplysina fistularis) with chloramphenicol has greater effectiveness against Salmonella typhi compared with Sea sponge extract (Aplysina fistularis).</em></p> 2024-05-31T15:51:20+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/83 HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KOMPLIKASI MAKROVASKULAR PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 2024-06-06T01:57:32+00:00 Komang Tiara Novi Mudiarta [email protected] <p><strong>Tujuan Penelitian:</strong> Pada tahun 2016, DM tipe 2 dan komplikasinya bertanggung jawab atas 6% kematian di Indonesia. Komplikasi yang angka kejadiannya lebih tinggi adalah komplikasi makrovaskular. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar HbA1c dengan kejadian komplikasi makrovaskular pada pasien DM tipe 2.</p> <p><strong>Metode:</strong> Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang. Sampel penelitian adalah 182 pasien DM tipe 2 di RSPAL dr. Ramelan pada tahun 2020-2022 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik pengambilan data adalah <em>purposive sampling</em>. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa rekam medis. Data kemudian di analisis dengan menggunakan program komputer SPSS.</p> <p><strong>Hasil:</strong> Banyaknya komplikasi makrovaskular pada penderita DM tipe 2 adalah (73.1%) dengan komplikasi terbanyak adalah gangrene diabetik (48.1%), stroke (23.2%), PJK (15.8%), dan hipertensi (12.8%). Uji <em>chi-square</em> menunjukan hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c signifikan dengan terjadinya komplikasi makrovaskular penderita DM tipe 2 (p=0.027). Uji koefisien kontingensi 0.162 menunjukan hubungan korelasi positif dan cukup lemah.</p> <p><strong>Kesimpulan:</strong> Secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan terjadinya komplikasi makrovaskular pada penderita DM tipe 2.</p> <p><strong>Kata kunci </strong>: DM tipe 2; kadar HbA1c; komplikasi makrovaskular</p> 2024-05-31T16:07:51+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal https://sub-biomed.org/index.php/sbj/article/view/74 HUBUNGAN PENGGUNAAN LENSA KONTAK DENGAN KEJADIAN SINDROM MATA KERING PADA MAHASISWA FK UHT SURABAYA ANGKATAN 2019 DAN 2020 2024-06-06T01:57:29+00:00 Callista Vivien Earlyanti Earlyanti [email protected] <p><strong><em>Abstract</em></strong></p> <p><strong><em>Introduction</em></strong><em> : The use of contact lenses can cause dry eye syndrome due to impaired </em><em>meibomian gland function. Impaired meibomian gland function causes the tear film to evaporate quickly. Contact lenses decrease the production of the tear film reflex due to decreased sensitivity of the ocular surface. The tear film becomes unstable due to friction between the contact lens and the surface of the eye. Decreased tear film production and increased evaporation due to contact lens wear increase the occurrence of dry eye syndrome.</em></p> <p><strong><em>Case Report </em></strong><em>: Based on this study, 26 out of 41 respondents who filled out the OSDI questionnaire experienced dry eye syndrome. Then, of the 41 people who underwent the Schirmer test, 23 of them had dry eye syndrome. The research results obtained a significance value of more than 0.005 where H1 was rejected and H0 was accepted.</em></p> <p><strong><em>Discussion</em></strong><em> : Dry eyes due to soft contact lenses are influenced by many factors, namely factors from the respondents themselves such as age, gender, general health, eye health and use of systemic drugs. Lens material and lens replacement schedule, lens disinfection systems, use of lens drops, additional treatments such as additional supplements, topical medications, punctal plugs, ergonomic factors and environmental factors.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><strong><em>Keywords :</em></strong><em> contact lenses, dry eye syndrome, OSDI questionnaire, Schirmer test.</em></p> <p>&nbsp;</p> 2024-05-31T16:15:00+00:00 Copyright (c) 2024 Surabaya Biomedical Journal